بسم الله الرّحمن الرّحيم

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Sabtu, 27 November 2010

Analisis PP no 66 Tahun 2010


Pemerintah selaku pihak yang diberi mandat untuk mengurusi permasalahan warga negaranya selalu menelurkan berbagai peraturan dalam upayanya membawa perubahan kearah yang lebih baik. Sama halnya dalam bidang pendidikan, dalam hal ini pemerintah sempat beberapa kali membuat peraturan pemerintah demi terwujudnya Indonesia yang cerdas sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa pemerintah diamanati untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Dewasa ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapakan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagai pengganti Undang-undang nomor 9 Tahun 2009. Undang-undang tersebut dikenal dengan peraturan Badan Hukum Pendidikan yang merupakan perluasan dari status Badan Hukum Milik Negara.

Badan Hukum Pendidikan sejak awal mendapat tantangan keras dari kalangan terutama dari kalangan ahli pendidikan dengan isu neo liberasasi yang bisa menghilangkan kewajiban pemerintah sebagai penanggungjawab untuk mencerdaskan bangsa dengan menyediakan fasilitas pendidikan berkualitas. Dikuatirkan privatisasi akan menghambat akan membuat lembaga pendidikan dikelola sebagai perusahaan yang akan berusaha mencari keuntungan sebesar mungkin dan berdampak pada terhambatnya akses pendidikan berkualitas oleh masyarakat berekonomi lemah. Dari kalangan pendidikan swasta, BHP ditentang karena alasan kepemilikan, dimana pemilik yayasan tidak lagi dapat berfungsi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam lembaga pendidikan mereka, melainkan organ representasi pemangku kepentingan yang lazim disebut Majelis Wali Amanah.Besarnya kekuatiran akan dampak negatif dari BHP bagi pendidikan nasional menyebabkan proses pembahasan di DPR berjalan lambat sekitar empat tahun.

UU BHP kini tepatnya tanggal 31 Maret 2010, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Alasan Mahkamah Konstitusi membatalkan UU BHP adalah karena secara yuridis UU BHP tidak sejalan dengan UU lainnya dan subtansi yang saling

bertabrakan. kedua UU BHP tidak memberikan dampak apapun terhadap peningkatan kualitas peserta didik dan ketiga UU BHP melakukan penyeragaman terhadap nilai-nilai kebhinekaan yang dimiliki oleh badan hukum pendidikan yang telah berdiri lama di Indonesia, seperti yayasn, perkumpulan, badan wakaf dan lain-lain. Oleh karena itu UU BHP bertentangan dengan UUD 1945

Dengan adanya pembatalan ini, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah no 66 tahun 2010. Dalam peraturan pemerintah ini terdapat banyak tambahan peraturan yang mengatur pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Lalu apakah dampak peraturan pemerintah ini terhadap nasib Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Negeri Swasta??

1. Dengan terbitnya peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2010 ini, maka pengelolaan keuangan Perguruan Tinggi Negeri menerapkan pola pengelolaan keuangan badanlayanan umum. Hal ini tercantum dalam Pasal 220B ayat 1, yang berbunyi:

“Pengelolaan keuangan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga, menerapkan pola pengelolaan keuangan badanlayanan umum.”

2. Perguruan Tinggi Negeri BHMN wajib menyelesaikan pengalihan kekayaan negara kepada Menteri. Sebagaimana tertulis dalam pasal 220C, yaitu:

(1) “Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang telah memperoleh pemisahan kekayaan negara yang ditempatkan sebagai kekayaan awal Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun wajib menyelesaikan pengalihan kekayaan negara kepada Menteri”.




(2) “Para pihak pada perjanjian yang telah dibuat oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dengan pihak lain wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.”

3. Setelah peraturan ini terbit, Perguruan Tinggi BHMN seperti UI, UGM, IPB, ITB, UNSUT, UPI, dan UNAIRmasih berlaku. Pasal 220H:

“Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tata kelola perguruan tinggi yang diatur dalam:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 152 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 270);

b. Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Gadjah Madasebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 271);

c. Peraturan Pemerintah Nomor 154 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Pertanian Bogor sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 272);

d. Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 273);

e. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2003 tentang Penetapan Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 125);

f. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penetapan Universitas Pendidikan Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 13);

g. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2006 tentang Penetapan Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6); dan

h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2010 tentang Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Universitas Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 48); masih tetap berlaku sepanjang dimaknai sebagai fungsi penyelenggara pendidikan tinggi yang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan sesudah masa transisi.”

4. Tata kelola Perguruan Tinggi BHMN itu masih berlaku, tetapi tidak dalam tata kelola keuangan. Pasal 220I:

“Tata kelola perguruan tinggi yang dinyatakan masih tetap berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 220H adalah tidak termasuk tata kelola keuangan.”

5. Pengelolaan pendidikan didasarkan pada prinsip nirbala yaitu prinsip kegiatan satuan pendidikan yang bertujuan utama tidak mencari keuntungan, sehingga seluruh hasil lebih kegiatan satuan pendidikan harus digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan satuan pendidikan.

6. Perguruan Tinggi swasta akan tetap menjadi second option bagi calon mahasiswa, pasal 53B ayat 1, yaitu:
“Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah wajib menjaring peserta didik baru program sarjana melalui pola penerimaan secara nasional paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari jumlah peserta didik baru yang diterima untuk setiap program studi pada program pendidikan sarjana.”

Pada kesimpulannya, peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2010 ini tidak merubah status BHMN yang disandang oleh beberapa Perguruan Tinggi Negeri, akan tetapi hanya tata kelola keuangan Perguruan Tingginya saja yang disebut berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAngga di komentari akang euceu